Senin, 23 Maret 2015

Saatnya untuk Menikah
   Mohammad Fauzil Adhim, Yogyakarta: Pro-U Media (2012)
 
                                                
Reviewed by Rakhmat Abril Kholis

Tuhanku, jangan biarkan aku sendirian.
Dan Engkau adalah sebaik-baik Warits.”
(QS. Al-Anbiya’:89)

“Karena itu kita tidak bisa megenalnya kecuali melalui pergaulan yang betul-betul dekat selama bertahun-tahun, dan itu hanya bisa dilakukan melalui pernikahan.
Satu-satunya bentuk persahabatan dengan lawan jenis yang  memungkinkan
untuk bersikap apa adanya, mengetahui apa adanya, dan tidak ada ruangan yang
memungkinkan untuk banyak berpura-pura
atau bersikap manis terus-menerus,
 terkecuali jika karakternya memang demikian.”
(Mohammad Fauzil Adhim)

            Karir atau menikah? Lanjut kuliah atau menikah? Ah, mending dinikahin segera, daripada direnggut orang lain. Nanti sajalah, kan masih mau mengabdi dengan lingkungan dan bangsa. Menikah itu harus siap semuanya, tidak sebercanda itu. Saya belum pantas untuknya. Dan berbagai pernyataan lainnya menjadi bumbu para kaula muda yang mulai beranjak dewasa ataupun juga para pendewasa yang takut usia tuanya hampa, tanpa kehadiran seorang penyejuk jiwa, pendamai hati, peneduh mata. Pasangan yang mampu menjadi bagian dari tiap proses kesuksesan, bagian dari ikhtiar menuju jannahNya. Merengkuh separuh agama. Ya, Menikah.

            Rasanya sekadar ungkapan apresiasi tinggi tidak akan cukup untuk disematkan kepada penulis buku yang sangat menggugah ini. Ustadz Mohammad Fauzil Adhim dirasa telah mampu mengoyak-ngoyak banyak pertanyaan mendetail perihal seluk-beluk pra pernikahan. Pertanyaan yang banyak ia dapatkan diberbagai ruang-ruang seminar diskusi, forum non-formal, tausiah, dan lain sebagainya. Ia telah berhasil menjadi motivator pernikahan yang baik untuk para mahasiswa yang mendambakan pernikahan, untuk para pekerja yang telah mapan, untuk para wanita karir yang terlampau serius dengan pekerjaannya.

            Buku yang terdiri dari sembilan bab ini secara subtansi dinilai telah cukup baik untuk menjadi rujukan pengantar bagi para insan yang merindukan pernikahan. Dengan bahasa yang sangat sederhana disertai banyak kisah-kisah penuh hikmah dari zaman Rasulullah dan para sahabat, hingga era abad pertengahan, buku ini sangat terasa nikmat tukdibaca bagi semua kalangan. Tanpa banyak berkutat pada tataran dalil halal atau haram, bid’ah atau tidak dan sebagainya, namun bertumpu pada penalaran sederhana dengan konsep penqiyasan kisah serta ucapan nabi semakin menambah kuat pemahaman para pembaca buku ini tentang pernikahan dari akar hingga buahnya.

            Pada bagian awal, penulis membingkai para pembaca dengan narasi prasyarat yang harus diutamakan sebelum melangsungkan prosesi pernikahan. Ini dimaksudkan agar terdapat pondasi yang kuat untuk para pembaca dalam memaknai betapa pentingnya persiapan. Beberapa hal seperti pembekalan akan ilmu tentang perikahan, kemampuan memenuhi tanggungjawab, kesiapan menerima anak, kesiapan psikis, hingga kesiapan ruhiyah, menjadi standar awal menuju proses selanjutnya. Menikah bukanlah ritualitas akhir dari proses ‘perzinaan’ (pacaran), namun prosesi awal menuju jannahNya. Menikah atas dasar ilmu yang baik, kesiapan memenuhi tanggungjawab bukan malah harus menunggu kemapanan secara materil, keterpaduan aspek psikis yang kuat sehingga mampu melewati banyak halang rintangan yang bakal terjadi kedepannya dan juga pemantapan ruhiyah yang menjadi kategori utama dalam menentukan pasangan.

            Pada bab selanjutnya ustadz M. Fauzil Adhim menceritakan kepada para pembaca tentang bagaimana cara mempersiapkan diri sebelum pernikahan dengan mengenal lebih dekat istri atau suami yang akan dipinang dan mengingatkan tentang kewajiban memberi nafkah bagi seorang suami kepada istri. Berikutnya pembahasan lebih ditekankan pada apa-apa saja yang perlu diketahui tentang jodoh, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Disini penulis menggambarkan secara gamblang mengenai makna ayat Alquran “Lelaki yang baik untuk wanita yang baik”. Banyak pertanyaan mengapa terkadang ada seorang suami/istri yang berakhlak baik dipertemukan dengan pasangan yang bertolak belakang bahkan dengan seorang pezina. Pertanyaan yang demikian disimpulkan dengan tegas bahwa adakalanya pasangan hidup diutus sebagai ujian di dunia. Pilihan Allah untuk hambaNya yang ia kasihi, apakah nantinya qanaah ataukah malah ingkar.

            Menikah adalah tentang mengenal pasangan. Dalam hal ikhwal ini, penulis memaparkan lebih lanjut bagaimana teknik mengenal seseorang yang akan kita jadikan pendamping hidup. Bahasa lumrahnya ‘target sasaran’. Bagaimana mengenalnya secara pribadi, menggunakan perantara yang dapat terpercaya, dan juga mencari informasi pembanding. Pada bagian ini, penulis menjelaskan kisah dimana seorang Khadijah mengutus Maisarah (teman lelakinya) untuk bersama dengan Nabi Muhammad demi mendapatkan informasi yang akurat tentangnya. Hingga akhirnya pernikahan antara dua manusia yang diagungkan itupun berlangsung.

            Terkadang seseorang sulit menikah bukan karena tidak ada pasangan yang baik atau yang mau, melainkan juga karena standar kriteria yang terlampau tinggi. Itulah Ustadz Fauzil Adhim mengingatkan kepada para ikhwan maupun akhwat agar tidak berfokus kepada kriteria yang sangat memberatkan. Allah memberikan kemudahan dan tidak mengingkan kesulitan bagimu. Kebanyakan mereka yang belum juga menikah malah membuat kesulitan itu. Seyogyanya kita harus peka dengan kekurangan orang lain dan berani menerimanya dengan penuh kerelaan hati.

            Bab berikutnya adalah bagian yang cukup menarik bagi banyak pembaca. Yakni tentang banyak pertanyaan apakah sebelum pernikahan kita diperkenankan untuk melihat bagian tubuh dari pasangan yang kita inginkan. Melihat bagian tubuh yang diinginkan secara detail (nazhar). Pada intinya Ustadz Fauzil Adhim menerangkan bahwa dibolehkan bagi seorang lelaki/wanita untuk melihat bagian tubuh calon pasangannya dengan niat tulus demi meningkatkan hasrat untuk menikah. Hal ini beliau dasarkan pada banyak kisah sahabat Nabi yang melakukannya. Umar bin Khattab yang meminta Ummi Kultsum untuk memperlihatkan betisnya. Ataupun juga seorang sahabat nabi yakni Mughiroh bin Syu’bah yang pernah menikah hingga tujuh puluh kali hanya karena istrinya tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Namun setelah melakukan nazhar, sahabat nabi tersebut bertahan dengan istrinya yang terakhir. Hingga berbagai kisah yang dinukilkan tentang bagaimana terdapat hikmah kebaikan tentang proses nazhar sebelum pernikahan. Intinya supaya tidak terjadi kelesuan dalam berkeluarga dan ketidakharmonisan hanya karena salah memilih orang. Memang dalam hal nazhar ini masih terdapat banyak perbedaan diantara ulama. Apakah dibolehkan melihat keseluruhan tubuh, hanya bagian-bagian tubuh tertentu yang diinginkan saja, ataukah hanya bagian tubuh kecuali aurat saja. Wallahua’lam bisshawab.

            Pada akhir dari karya yang begitu bermanfaat ini, penulis menegaskan bahwa tidak selamanya laki-laki yang harus mendekati wanita. Wanitapun tidak dilarang untuk menginisiasi niat untuk menawarkan diri kepada lelaki yang ia inginkan. Begitulah yang dicontohkan oleh bunda Khadijah RA. Banyak kisah tentang wanita yang menawarkan dirinya kepada lelaki pada era Rasul dan sahabat yang digambarkan pada buku ini. Kisah tentang seorang wanita yang menawarkan dirinya kepada Rasulullah hingga akhirnya Rasul nikahkan  ia dengan sahabatnya dan juga kisah tentang orang tua yang menawarkan putrinya untuk seorang lelaki. Syafura putri Nabi Syu’aib yang dinikahkan dengan Nabi Musa dan Hafshah putri Umar bin Khattab yang dinikahkan dengan baginda Rasulullah SAW.

            “Jadi, jika memang ada orang yang mantap agama dan akhlaknya, mengapa Anda membiarkannya mengganggu perasaan Anda? Mengapa tidak Anda sampaikan kepada orang tua sebagaimana putri Syafura menyampaikan kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib a.s? Mengapa persoalan yang semacam ini Anda biarkan membuat rusuh hati Anda?


            Akhirnya, saya haturkan ungkapan terimakasih yang mendalam kepada Ustadz Moh. Fauzil Adhim atas karyanya yang sungguh mencerahkan. Karya yang saya rekomendasikan untuk dibaca bagi khalayak sekalian yang saat ini sedang rusuh hatinya. Semoga kita bersama dapat memetik hikmah dari apa yang tertulis dalam karya ini dan juga kita doakan agar penulis beserta keluarga selalu diberikan kesehatan dan kenikmatan oleh Rabb semesta alam.

Profil Reviewer
Ketua Umum PK KAMMI Medsos 2014-2015
Fakultas Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Posted on Senin, Maret 23, 2015 by Unknown

No comments

Inspirasi Kepedulian dari Seorang Wanita Tua

Oleh :
Mahdiah Maimunah


Tangan wanita tua itu seperti tak pernah lelah bercengkrama dengan apa saja. Pisau, sabit, parang, sapu dan segalanya. Padahal jika dilihat dari usianya, harusnya ia sudah tak perlu berhubungan dengan alat-alat itu. Tak perlu letih untuk mengerjakan semuanya.
Namun, semua itulah yang membuat pesonanya selalu hadir di pelupuk mataku. Keberadaannya yang beberapa kali mengunjungi rumah untuk menjaga kami sungguh selalu berkesan dan penuh makna. Maka, diam-diam aku menjadikan wanita tua itu sebagai bagian dari inspirasi terbesarku. Inspirasi bagi nutrisi moral yang sangat rumit ditemukan secara Cuma-Cuma di mana saja. Jika ada, itu mungkin hanya bisa diperankan oleh orang-orang pilihan dan biasanya jarang dijumpai di permukaan.

Suatu kali dalam kunjungannya ke rumahku, wanita yang lebih akrab kusapa nenek itu terlihat sibuk. Seolah tak ada kata istirahat untuk raganya. Hari itu saja, ia sudah bangun pukul 3, melaksanakan lail dan menunggu waktu shubuh. Usai shubuh, tangannya mulai cekatan menanak nasi, kemudian merebus air. Berhubung aku yang menyiapkan resep menu hari itu, maka nenek mengambil alih pekerjaan yang lain. Menyapu rumah dan turut membereskan seluruh bagian rumah yang sudah lama tidak terjamah.

Nenek melakukannya hingga semua adikku telah beranjak menuju sekolah. Ia melakukan semuanya seolah rumahku adalah rumahnya sendiri. Padahal kami tidak pernah meminta nenek melakukannya. Setelah itu, nenek seperti digairahkan untuk membabat habis rumput liar yang telah tinggi di pekarangan depan. Aku saja yang masih muda ini paling kapok jika disuruh menyabiti rumput. Paling-paling hanya menyapu daun-daun yang berserakan. Untuk membersihkan dengan menyabitinya, ya aku serahkan saja kepada tukang pangkas rumput yang datang kira2 beberapa bulan sekali. Hmmm…. Nenek…. Nenek….

Itulah nilai lebih yang kudapati dari seorang nenek. Ada bentuk kepedulian yang muncul dari kepekaan jiwanya. Tapi yang lebih mengagumkan, ketika kepeduliannya segera ditunaikan melalui perbuatan. Tanpa banyak kata. Tanpa menyuruh orang lain yang melakukannya. Tanpa protes bahwa rumah ini jorok, tidak pernah dibersihkan dan sebagainya. Yang ada hanya aliran kebaikan yang bermula dari keindahan hatinya dan bermuara pada aksi nyata. Sungguh, inilah sebuah makna kepedulian tanpa kata yang jarang kita temui di kehidupan kita.


Ya Allah, cintailah ia sebagaimana ia telah mencintai kami dengan segala kebaikan. Rahmatilah ia dan balaslah segala amalannya di Surga Mu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik tempat untuk meminta. Aamiin….

Profil penulis :

Staff Departemen Kebijakan Publik PK KAMMI Medsos 2015
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
angkatan 2012
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Posted on Senin, Maret 23, 2015 by Unknown

No comments

Minggu, 08 Maret 2015

Resensi Buku #part1

Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Quran

Siapapun Anda, Anda adalah Penghafal Al-Quran

Penulis: D. M. Makhyaruddin (Juara 1 Tahfidz dan Tafsir Al-Quran 30 Juz Musabaqah Internasional)

By: Rumaisha Azlam



                “Sesungguhnya menghafal Al-Quran itu tidak membutuhkan metode, tetapi yang dibutuhkan dalam menghafal Al-Quran hanyalah niat, mujahadah, dan istiqamah.”
                Begitulah sapaan dari penulis yang menggetarkan hati. Kalimat tersebut membuka cakrawala, bahwa sesungguhnya ada hal lain yang lebih penting dibandingkan sebuah metode menghafal Al-Quran. Hal-hal tersebutlah seharusnya yang pertama dimiliki oleh seorang penghafal Al-Quran. Bukan sebuah metode mudah/cepat menghafal Al-Quran, melainkan sebuah niat yang kuat, mujahadah yang tak kenal lelah, dan keistiqamahan sepanjang hayat. Ketiga hal tersebut adalah kunci untuk menjadikan seseorang hafal dan mampu menjaga hafalan hingga ajal menjemput.  
Pada halaman-halaman awal buku di bagian “Pengantar Pakar Tahfidz”, Hj. Isti’anah Muay (Ibunda penulis, Hafidzah Senior Indonesia, Pendiri PPTQ Al-Mustaqimiyyah, Sadeng, Bogor) memaparkan beberapa konsep penting dalam menghafal Al-Quran, yang dapat penulis resensi simpulkan. Tiga diantaranya adalah,
@ Banyak orang yang berkeinginan untuk menghafal Al-Quran, namun tak semuanya mau tergerak tuk menghafalkannya. Maka, jadilah orang yang berkeinginan kemudian merealisasikan keinginan tersebut.
@ Menghafal Al-Quran itu tidak terhenti pada aktivitas menghafalkan ayat demi ayat Al-Quran. Ketika seseorang memutuskan untuk menghafal Al-Quran, maka secara otomatis harus berlatih disiplin, ikhlas, sabar, dan amanah. Sebab tak sekadar untuk khatam, namun berusaha setia hidup bersama Al-Quran. Sehingga menghafal, murajaah, dan menjaga kualitas keimanan serta ketaqwaan adalah satu paket tak terpisahkan.
@Wisuda hafidz yang sesungguhnya adalah ketika manusia dikumpulkan di Mahsyar, bukan di dunia.
Kemudian pada bagian “Pengantar Penulis” penulis memaparkan beberapa hal penting. Bahwa ternyata memburu cara mudah dan cepat menghafal Al-Quran terkadang membuat penghafal Al-Quran tidak menikmati aktivitas menghafal itu sendiri. Padahal, berdasarkan pengalaman penulis buku ini yang menghafalkan Al-Quran dalam dua bulan (dengan hafalan yang berkualitas) rasa nikmat adalah kunci mudah dan cepatnya menghafal Al-Quran. Jika merujuk berbagai metode ulama terdahulu mengenai cara-cara menghafal Al-Quran, tidak ada satupun metode yang tujuannya untuk membuat cepat hafal. Namun metode-metode tersebut dibuat agar hafalan menjadi kuat dalam ingatan. Cepat atau lambatnya waktu yang dibutuhkan dalam menghafal Al-Quran tidak menjadi masalah. Yang terpenting adalah menikmati prosesnya, tak lupa terhadap hafalannya, dan sebisa mungkin mengamalkan kandungannya.
Sebelum beranjak ke materi utama, penulis menyisipkan sebuah catatan inspiratif “Dua Bulan di Pangkuan Al-Quran” yang merupakan kisah dari pengalaman pribadi beliau dalam menghafal Al-Quran. Berikut akan penulis resensi paparkan lika-liku Beliau dalam menghafal Al-Quran.
Allah SWT sudah menjanjikan kemudahan dalam menghafal Al-Quran. Kemudahan tersebut menjadi sebuah ujian keikhlasan bagi para penghafalnya. Setan begitu cerdik dalam menggoda manusia. Di tengah-tengah ujian keikhlasan tersebut, setan terus menarik-narik nafsu manusia agar tak mampu lagi bersabar dalam menghafal Al-Quran. Kondisi ini adalah kondisi yang cukup sulit, sebab bisa jadi lembaga tahfidz, bermacam metode, buku, dll. tidak dapat menolong lagi. Oleh karena itu alangkah lebih baiknya jika kita tidak bergantung pada lembaga tahfidz atau metode dan tips. Bergantunglah pada Al-Quran. Sebab Al-Quran itu adalah lembaga, sekaligus metode dan tips.
Pengalaman penulis buku memang cukup menarik dalam menghafalkan Al-Quran. Beliau belajar Al-Quran dari paman beliau yang bernama H. Achmad Basyir Fachmi, seorang hafidz Al-Quran yang mahir Qira’at. Paman beliau sering kali memotivasi dengan menceritakan tokoh-tokoh penghafal Al-Quran yang mampu menghafal Al-Quran dalam waktu yang singkat dengan hafalan yang berkualitas. Paman beliau begitu yakin bahwa beliau akan mampu menghafal Al-Quran sehingga pada tahun 2002, beliau meminta izin kepada paman beliau agar bersedia menerima setoran sekaligus memberikan bimbingan dan arahan. Paman beliau begitu senang dan menyarankan penulis untuk menghafal ¼ juz setiap hari sehingga dapat khatam dalam 4 bulan. Paman beliau begitu yakin bahwa beliau mampu menghafalkan 30 juz Al-Quran sebab sewaktu kecil (sebelum baligh) yakni sebelum berumur 15 tahun, beliau sudah berhasil mengkhatamkan hafalan kitab Alfiyah dalam waktu 40 hari, kitab Sullam Munauraq dalam waktu 1 hari, kitab Jauhar Maknun dalam 2 hari, kitab Nazhm Al-Maqshud (Yaqulu) dalam waktu 1 malam, kitab ‘Imrithi dalam waktu 1 hari, dan Matan Jam’u Al-Jawami’ Fi Ushul Al-Fiqh dalam waktu 7 hari. Bahkan beliau pernah menghafal lima bait Al-Zubad dalam waktu satu menit. MasyaAllah. Beliau telah terstimulasi kecerdasan otaknya sejak dini.
Kecerdasan otak bukanlah sesuatu yang diwariskan. Sebab pada dasarnya setiap manusia itu cerdas akalnya. Setiap manusia dengan kondisi fisik dan psikis normal tanpa kelainan/kecacatan, dikaruniai sekitar 1 trilyun sel otak. Bahkan dikabarkan Albert Einstein saja, orang yang dijuluki manusia paling cerdas, baru menggunakan <20% otaknya. Sehingga janji Allah SWT akan kemudahan dalam menghafal Al-Quran adalah sesuatu yang telah teruji secara ilmiah. Begitu besarnya kapasitas otak kita dalam merekam memori, menjadikan kesulitan menghafal sebagai tanda tanya besar. Apa sebenarnya yang salah? Apa yang membedakan antara kita dengan Albert Einstein atau D. M. Makhyaruddin, yang notabene merupakan hafidz berprestasi? Kapasitas otak kita sama dengan mereka, namun mereka melakukan usaha lebih keras dalam memaksimalkan kemampuan otak mereka. Walaupun sempat terbersit iri pada penulis buku ini sebab sudah terstimulasi kemampuan otaknya sejak kecil, namun tak ada kata terlambat. Kuasa Allah SWT melingkupi seluruh hamba-Nya yang mempercayai. Sehingga keajaiban akan selalu ada sebab ada Allah ta’ala.
Penulis buku yang tidak diragukan lagi kemampuannya dalam menghafalkan kitab-kitab karangan manusia, ternyata juga mengalami beberapa hambatan dalam menghafalkan Al-Quran. Pada hari pertama menghafal, yakni pada juz 30, setelah beliau berkonsentrasi pada bacaan dan mengulang-ulang ayat demi ayat dalam surah An-Naba, ayat-ayat sebelumnya nyaris tak tergambar dan seolah-olah belum dihafal. Beliau terus mengulang-ulang, namun tak kunjung lancar. Bahkan beliau sempat bergumam ‘Ini baru sarah An-Naba susahnya sudah begini, bagaimana dengan surat-surat lain di juz-juz berikutnya?’. Beliau kemudian menangis dan berdoa ‘Ya Allah, beri aku cahaya dari setiap huruf Al-Quran yang kulihat dan kulafadzkan. Ampuni dosa-dosaku.’
Setelah merasa lelah, beliau menghentikan hafalan dan shalat ashar. Selepas shalat ashar beliau memutuskan untuk mengevaluasi diri dan membuat langkah strategis kedepannya di belakang mushalla. Sebuah lokasi yang begitu sejuk dengan dikelilingi oleh sawah yang menghijau. Beliau kemudian merencanakan untuk mulai menghafal Al-Quran dari surat Al-Baqarah dan membuat jadwal menghafal kemudian ditempelkan di tempat yang sering beliau lewati.
Keesokan harinya, sesuai dengan rencana, beliau mencoba menghafal surat Al-Baqarah, dan MasyaAllah beliau menemukan kemudahan luar biasa. Dalam waktu kurang dari 10 menit, beliau mampu menghafal ¼ juz tanpa kesalahan saat diulang. Prinsip beliau, hafalan hari esok tidak boleh lebih sedikit dari pada hari ini, bahkan harus lebih banyak, dan hafalan yang sudah terrekam dalam memori tidak boleh lupa, namun harus lebih lancar. Untuk menjaga hafalan, beliau menggunakan tiga metode pengulangan, yaitu:
1.       Tadzkir : Pengulangan dengan bacaan cepat, 10 juz sekali duduk. Metode ini dikerjakan dengan membayangkan ayat-ayat dalam hati tanpa diucapkan. Dengan menggunakan metode ini, beliau dapat menyelesaikan takrir 1 juz dalam waktu 5 menit. Namun metode ini membutuhkan kelancaran hafalan dan konsentrasi yang tinggi. Otak lebih cepat lelah.
2.       Talfidz : Pengulangan dengan ritme bacaan yang sedang dan suara lantang. Dikerjakan sebanyak ½ sampai 1 juz setiap selesai shalat 5 waktu. Bertujuan untuk mengevaluasi hafalan, agar tak ada yang keliru.
3.       Tanzhir : Pengulangan dengan dilihat terlebih dahulu kemudian baru diulang dengan suara yang lantang. Biasanya diterapkan pada ayat-ayat yang mudah keliru atau mengulang hafalan baru.
Akhirnya beliau mampu menghafal setiap juz dalam Al-Quran dengan kecepatan rata-rata sekitar 1 jam, dengan waktu terlama, yaitu lebih dari satu hari pada juz ke-25. Pada hari ke-55 beliau sudah menghafal 28 juz, dan berhasil menghafal juz 29 dan 30 pada hari ke-56. Air mata beliau meleleh dan melihat matahari duha, dedaunan, dan ranting pepohonan seolah-olah mengalungkan bunga pada beliau. Beliaupun bersujud syukur dan mengucap doa:
“Ya Rabb, berilah aku kemampuan untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, berilah aku kesempatan untuk mengerjakan amal-amal shaleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan kasih sayang-Mu ke dalam hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml (27) : 19)
Beliau juga teringat pada sebuah hadits, Rasulullah Saw. pernah berkata ketika pulang dari Perang Badar: “Kita pulang dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar”. Para sahabat bertanya “Apa jihad besar itu, ya Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda: “Jihad (melawan) nafsu.” Dari harits tersebut beliau merasa bahwa hari ke-56 tersebut adalah momen terselesaikannya jihad kecil. Jihad besar telah menanti, yaitu menjaga hafalan hingga akhir hayat.
Beliau kembali memaparkan poin penting yakni tidaklah hebat kemampuan menghafal cepat. Karena jika dihubungkan dengan sains, kecepatan menghafal adalah soal habit/kebiasaan, sehingga dapat di latih. Namun yang hebat adalah orang yang diberikan kemampuan untuk terus menjaga hafalannya dengan istiqamah dan mengamalkannya dengan baik, sehingga Al-Quran melekat kuat dalam hati dan mampu berakhlak dengan akhlak Al-Quran.
Dari pengalaman beliau, ada 3 hal penting yang harus dipenuhi secara maksimal oleh calon penghafal, yaitu:
1.       Persiapan (Al-I’dad)
2.       Proses (Al-Kaifiyyah)
3.       Penjagaan (Al-Muhafazhah)
Ketiga hal di atas akan penulis resensi paparkan dalam part-part selanjutnya dari resensi buku ini. Sebab seluruh pemaparan di atas, barulah pengantar, belum sampai ke inti dari buku ini. Semoga penulis resensi dan pembaca sekalian dapat menuai manfaat dan ditetapkan hatinya oleh Allah SWT untuk istiqamah menjadi penghafal Al-Quran. Amin ya rabbal alamin.

                Atas segala salah, semoga Allah SWT mengampuni dan atas nama pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya. Wallahu alam bish shawwab. Semoga bermanfaat J

Sumber tambahan:
- fakta otak manusia: http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/10/18/kita-bisa-lebih-pintar-dari-einstein-600133.html
- gambar: https://dearayufitria.files.wordpress.com/2014/05/rahasia-nikmatnya-menghafal-al-quran.jpg

Posted on Minggu, Maret 08, 2015 by Unknown

No comments

"Silaturrahim KAMMI MedSos"

Jumat, 5 Maret 2015

Oleh: M. Harits Taqy R., Sekretaris Jendral KAMMI Medsos




Acara diselenggarakan di Kesekretariatan KAMMI MEDSOS pada tanggal 5 Maret 2015, dengan harapan pukul 15.30 kader KAMMI MEDSOS sudah hadri dan dapat segera melaksanakan agenda yang sudah di jadwalkan. Namun dikarenakan kesibukan masing-masing kader agenda baru di mulai pukul 16.30, untuk menyamakan jadwal yang sudah ditentukan agenda dipercepat dengan membahas poin-poin berikut:
1.      Amanat dari Kamda,yaitu :
a.       Diharapakan KAMMI MEDSOS mengagendakan Kajian Rutin
b.      Memaksimalkan Media Sosial (contoh : Blog, Twitter, dan lain-lain)
c.       Menjalankan MK (Madarasah KAMMI)
d.      Menyelenggarakan DM 1
e.       Berpartisipasi dalam Milad KAMMI
f.       Berpartisipasi dalam Musda

2.      Ide-ide baru, yang menghasilkan poin-poin berikut :
a.       Pembebasan Lahan
b.      Bakti Sosial
c.       Pengajian Rutin Malam Jum`at
d.      Kerjasama dengan lembaga sekitar KAMMI MEDSOS
e.       Tukar Buku Antar Kader
f.       Family Day

Dikarenakan terdapat aktivitas baru bagi Kader KAMMI MEDSOS, berikut Timeline baru KAMMI MEDSOS :
a.       11 Maret (Rabu) – Deadline rapat masing-masing divisi beserta hasilnya.
b.      12 Maret (Kamis) – Batas pengumpulan LPJ masing-masing divisi sebelum reshuffle dan kujungan ke Kamda.
c.       15 Maret (Minggu) – Membahas Pembebasan Lahan bersama Ketua RT
d.      29 Maret (Minggu) – Milad KAMMI

Posted on Minggu, Maret 08, 2015 by Unknown

No comments