Kebahagiaan Penghafal Al-Quran
Shelma - F. Psikologi UIN Syahid jakarta
Menurut Erikson pada masa remaja adalah
masa dimana mencari identitas. Jika identitasnya tercapai maka tidak terjadi
konflik di dalam dirinya, dan bisa melanjutkan tahapan perkembangan selanjutnya
dengan baik. Tetapi jika masih terdapat konflik, maka kemungkinan besar tidak
bisa mengaktualisasikan dirinya dengan baik dan fase perkembangannya terhambat.
Manusia tidak terlepas dengan konflik-konflik di dalam kehidupannya. Ada yang
mudah melewati kehidupan yang mengatasi konflik-nya dengan baik. Ada juga yang
sulit melewati kehidupan karena masih berfokus pada konflik yang menghambat
dirinya. Sebagian orang mengatasi konfliknya dengan emosi yang berbeda-beda.
Bisa dengan menggunakan emosi negative berupa marah, kecewa, pesimis dan emosi
negative lainnya. Ada juga yang menggunakan emosi positif untuk menghadapi
kehidupannya dan mengatasi konfliknya dengan sudut pandang yang berbeda.
Melihat masalah dan kehidupannya dengan menggunakan pandangan yang positif.
Emosi positif itu bisa berupa senang, kebahagiaan, optimis dan lain-lain.
Dengan emosi positif ini manusia bisa bangkit dari keterpurukan, memaknai hidup
dan memaksimalkan potensi diri.
Kebahagiaan adalah salah satu emosi
positif manusia. Kebahagiaan juga merupakan kajian psikologi positif yang
berkembang tahun-tahun terakhir ini, kajiannya meliputi bagaimana orang dapat
hidup dengan kelayakan. Dimana kebahagiaan merupakan ciri dari sehat mental.
Manusia juga melewati kehidupannya dengan menginginkan kebahagiaan dalam
kesehariannya. Setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan
kebahagiaannya. Yang dapat membuat individu menjadi senang, tentram, dan tidak
adanya afek negatif begitu juga dengan para penghafal Qur’an.
Menjadi penghafal Qur’an tentu harus siap
berbagai keadaan, baik yang positif maupun yang negative. Keadaan positif ini
bisa berupa memaksimalkan waktu dengan sebaik-baiknya karena berinteraksi
dengan Qur’an, bahagia, tentram, memiliki kekuatan untuk dapat menjalani
tugas-tugas sebagai penghafal dan juga menyelesaikan tugas kuliah serta
organisasi bagi yang mengikuti organisasi. Keadaan positif tersebut dapat
dirasakan ketika mereka membagi perhatian dunianya melalui interaksi dengan
Qur’an melalui hafalan dan menggunakan waktunya dengan baik.
Namun keadaan negatif juga perlu diterima
sebagai konsekuensi dari statusnya sebagai penghafal Qur’an tersebut. Keadaan
negatif tersebut bisa berupa kurangnya waktu luang untuk berkumpul dengan
teman-teman yang bukan dari penghafal, tanggung jawab yang berat, lingkungan
sekitarnya yang berbeda dengan lingkungan dia menghafal, lingkungan tempat
tinggal yang hedonis dan dekat dengan kota metropolitan maupun tingkat stress
yang bertambah akibat perhatiannya yang harus terbagi dengan berbagai hal.
Penghafal Qur’an juga harus tekun, kerja keras, konsentrasi penuh, menahan diri
dari kegiatan lain, dan rangkaian lain yang harus dilakukan (Shohib &
Surur, 2011). Menurut salah seorang santri tahfiz, melihat sesuatu dan dia
menyenangi sesuatu itu sehingga sedikit terkenang dalam pikirannya, maka ia
akan mengalami kesulitan dalam menambah hafalan (Shohib & Surur,
2011). Dengan keadaan seperti itu menjadi sebuah pertanyaan apakah penghafal
Qur’an dapat merasa bahagia.
Dalam wawancara singkat yang penulis
lakukan kepada Mahdiah Maimunah (20), penghafal Qur’an di Rumah Qur’an UIN
–Ciputat dan juga sebagai mahasiswa jurusan kedokteran yang dilakukan pada
tanggal 25 Desember 2014, didapati suatu fenomena bahwa meskipun banyak
tantangan dalam menghafal Qur’an, namun ia cenderung bahagia. Ia menganggap
bahwa menghafal Qur’an adalah sebagai suatu wujud atas balas budi dirinya
kepada orang tua. Dimana ia ingin membalas jasa kepada orang tua dengan
menghafalkan Qur’an, agar ia dapat memberikan jubah kepada kedua orang tuanya
di akhirat nanti. Ia mengaku semenjak menjadi penghafal Qur’an menjadi kagum
dengan waktu sempit yang dimilikinya bisa menyempatkan menghafal Qur’an dan
bahkan dapat menyelesaikan tugas kuliahnya dengan baik.
Sedangkan Mitra Rizki (19),
penghafal Qur’an di Ma’had Dzinnurain –Ciputat pada tanggal 26 Desember 2014,
didapati suatu fenomena bahwa ia bahagia menjadi penghafal Qur’an. Walaupun
lingkungan daerah yang ia tinggali sangat dekat dengan menghabur-haburkan uang
dan hedonis. Rizki mengaku ia bahagia menjadi penghafal Qur’an karena dengan
Qur’an ia dapat dijaga dari perbuatan dosa atau maksiat. Menurutnya dengan
menghafal Qur’an itu bisa membuat orang tuanya bangga dan tidak membuat mereka
kecewa. Ia juga mengaku bahwa semenjak bergabung menjadi penghafal, sifat
buruknya pada masa lalu menjadi berkurang. Jadi secara keseluruhan ia senang
dan merasa bahagia dengan kesehariannya menjadi penghafal Qur’an, meskipun
kadang ada rasa malas untuk mengulang hafalan kerap kali datang.
Dalam studi pendahuluan selain wawancara,
penulis juga menyebarkan angket dengan menggunakan media online di google
dokumen pada tanggal 23 Desember 2014. Terdapat 15 orang yang menjadi sampel
studi pendahuluan. Pertanyaan yang diajukan yaitu mengenai orang yang berperan
penting pada kebahagiannya sebanyak 60% menjawab diri sendiri, dan yang lainnya
menjawab keluarga, teman, Tuhan, dan lain-lain. Lalu pertanyaan selanjutnya
mengenai faktor yang mempengaruhi kebahagiaan. 75% menjawab teman merupakan
faktor yang mempengaruhi kebahagiaan, dan lainnya menjawab menolong orang lain,
sabar, qonaah, dan lain-lain yang mempengaruhi kebahagiaan. Setelah ditemukan
teman merupakan salah satu faktor yang membuat penghafal Qur’an bahagia,
peneliti mencoba menggali kembali menanyakan ke tiga orang secara mendalam.
Menurut mereka teman yang seperti apa yang dapat menciptakan kebahagiaan. dan
hasilnya ditemukan bahwa persahabatan merupakan faktor yang paling mempengaruhi
kebahagian penghafal qur’an.
Selain dari studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti. Ada beberapa media yang memberitakan para remaja di
Ciputat yang terdapat fenomena terbalik dengan para penghafal Qur’an.
Diantaranya, adanya dua mahasiswa STT Telematika Ciputat yang tewas karena
menenggak miras oplosan di kosannya (Rizki, 2014). Mungkin dua mahasiswa
tersebut melepaskan kebahagiaannya dengan mengkonsumsi minuman keras, sehingga
minuman keras tersebut membawa mereka pada akhir perjalanan kehidupannya.
Sedangkan pada fenomena mengenai penghafal Qur’an yaitu duta besar Arab merasa
kagum kepada penghafal Qur’an yang menghafalkan Qur’an dengan fasih walaupun
tidak dapat berbahasa Arab (Andriarti, 2014). Dari web tersebut
diterangkan agar anak merasa senang dengan hafalannya, maka digunakan berbagai
metode yang baik dan menyenangkan dalam menghafal. Adapun UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta memberikan penghargaan dalam program “Student
Achievement Award” kepada penghafal Qur’an yang berhasil menghafalkan
Qur’an 30 juz (Buletin PRESTASI, 2014). Mungkin hal ini diharapkan mahasiswa
tersebut memperoleh kebahagiaan karena telah menjaga Qur’an dengan menghafalkan
qur’an
Dalam pemaparan diatas, dapat diketahui
bahwa penghafal Qur’an sejatinya merasakan kebahagiaan. Dalam berbagai
literatur, bahagia itu ketika harapan dan keinginannya dapat tercapai, seperti harta,
kekuasaan, ilmu pengetahuan keimanan, dan ketakwaan (Najati, 2010).
Sementara itu Bastaman (2007) dalam bukunya yang berjudul logoterapi,
menjelaskan bahwa kebahagiaan (Happiness) yang didambakan setiap
manusia merupakan hasil atau ganjaran atas keberhasilan meraih hidup yang
bermakna (the meaning full life), makna hidup sendiri merupakan hal-hal
yang sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang,
sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (life purpose in life).
Jadi apabila terpenuhi maka kehidupannya akan dirasakan berarti dan akhirnya
akan mendapatkan kebahagiaan.
Banyak penelitian yang mencoba menggali
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan. Seperti dalam penelitian
Park, Peterson dan Seligman (2004) menemukan bahwa kekuatan karakter ditemukan
terdapat hubungan untuk kepuasan hidup seseorang.
Dalam penelitian Park, Peterson dan
Seligman (2004) meneliti hubungan antara berbagai kekuatan karakter dan
kepuasan hidup. Hasilnya adalah secara konsisten dan kokoh yang terkait
kepuasan hidup adalah hope, zest, gratitude, love, dan curiosity.
Sementara lemah untuk modesty dan the intellectual
strengths of appreciation of beauty, creativity, judgment, dan love
of learning. Responden dalam penelitiannya adalah dari tiga sampel
relawan dengan rentang usia 35-40 tahun.
Menurut Aristoteles dan Hans (2000, dalam
Peterson, Ruch, Beermann, Park & Seligman, 2007) menganggap kakuatan
karakter sebagai pemenuhan, beberapa sifat positif yang lebih kuat memprediksi
kebahagiaan dan kepuasan hidup dari pada yang lain.
Pada penelitian Peterson, Ruch, Beerman,
Park, dan Seligman (2007) meneliti mengenai kekuatan karakter, kepuasan
hidup dan kebahagiaan. Menurut mereka kekuatan karakter yang paling terkait
dengan kepuasan hidup yaitulove, hope, curiosity, dan zest.
Sementara Gratitude merupakan salah satu prediktor yang paling
kuat dari kepuasan hidup dalam sampel AS, sedangkan perseverance merupakan
salah satu prediktor yang paling kuat dalam sampel Swiss. Pada kedua sampel,
kekuatan karakter yang paling terkait dengan kepuasan hidup dikaitkan dengan
orientasi kebahagiaan, keterlibatan, dan makna, yang menyiratkan bahwa kekuatan
karakter yang paling memuaskan adalah mereka yang memungkinkan kehidupan yang
penuh. Sampel penelitiannya adalah 12439 orang dewasa.
Sementara dalam penelitian Begum (2014)
meneliti pengaruh kekuatan karakter (character strengths) terhadap
kebahagiaan pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Hasilnya adalah adanya
pengaruh yang signifikan dari kekuatan karakter terhadap kebahagiaan di
kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kekuatan karakter yang
signifikan berpengaruh terhadap kebahagiaannya yaitu gratitude dan spirituality.
Faktor kedua ada beberapa penelitian
empiris telah menemukan bahwa persahabatan pada lintas budaya dan kelompok umur
yang berbeda ada pengaruhnya dengan kebahagiaan (Demir, Ozen, & Dogan,
2012), persahabatan berhubungan dengan kebahagiaan dan pemenuhan kebutuhan
sebagai mediatornya (Demir & Ozdemir, 2010), dan penemuan ketiga hubungan
yang kuat ditemukan untuk kualitas pertemanan terhadap kebahagiaan yang di
mediasi oleh capitalization (Demir, Dogan & Procsal, 2013).
Baik pada penelitian sebelumnya,
wawancara, dan studi pendahuluan sementara memperlihatkan adanya pengaruh
pengaruh kekuatan karakter dan persahabatan terhadap kebahagiaan penghafal
Qur'an.
Referensi:
Andriarti, R. (2014, Juli 11). Duta Besar Saudi Terkesan Dengan
Penghafal Quran Indonesia. Retrieved Januari 30, 2015,
from hidayatullah.com: http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2014/07/11/25058/duta-besar-saudi-terkesan-dengan-penghafal-quran-indonesia.html
Begum, N. J. (2014). Pengaruh Kekuatan Karakter (Character
Strengths) terhadap Kebahagiaan Pada Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta:
tidak di publikasikan.
C.R. Synder, S. J. (2002). Handbook of Positive Psychology. New
York: Oxford University Press.
Christopher Peterson, W. R. (2007). Strengths of character, orientations to
happiness, and. The Journal of Positive Psychology, 2(3): 149–156.
Demir, M. a., & zdemir, M. O. (2010). Friendship, Need Satisfaction and
Happiness. J Happiness Stud, 11: 243–259.
Demir, M., & Ozdemir, M. (2010). Friendship, Need Satisfaction and
Happiness. J Happiness Stud, 11:243–259.
Demir, M., Dogan, A., & Procsal, A. D. (2013). I Am So Happy ‘Cause My
Friend Is Happy for Me: Capitalization, Friendship, and Happiness Among U.S.
and Turkish College Students. The Journal of Social, 153:2,250-255.
Demir, M., Ozen, A., & Dogan, A. (2012). CROSS-CULTURAL
NOTES-Friendship, Perceived Mattering and Happiness: A Study of American and
Turkish College Students. The Journal of Social Psychology, 152(5),
659–664.
Najati, U. (2010). PSIKOLLOGI QURANI: Dari Jiwa Hingga Ilmu Laduni. Bandung:
Marja.
PARK, N., PETERSON, C., & SELIGMAN, M. E. (2004). STRENGTHS OF
CHARACTER AND WELL–BEING. Journal of Social and Clinical Psychology,
23;25;603-619.
Rizki, D. (2014, Desember 18). Dua Mahasiswa Tewas Tenggak Oplosan
di Ciputat. Retrieved Januari 30, 2015, from http://wartakota.tribunnews.com/: http://wartakota.tribunnews.com/2014/12/18/dua-mahasiswa-tewas-tenggak-oplosan-di-ciputat
Shohib, M., & Surur, M. Y. (2011). Para Penjaga Al-Qur'an:
Biografi Para Penghafal Al-Qur'an di Nusantara. Lajnah Pertashihan
Mushaf Al-Qur'an.
0 komentar:
Posting Komentar