Rakhmat Abril Kholis           
Ketua Umum    

    Seiring meningkatnya dinamika dalam hubungan internasional, mengakibatkan timbulnya kemungkinan-kemungkinan peningkatan faktor kepentingan dari tiap aktor yang bermain di dalamnya. Negara maupun non-negara, termasuk Islam. Pada perkembangannya dalam relasi internasional, Islam dinilai telah menunjukkan peningkatan aspek kepentingan yang sangat signifikan. Tulisan ini menjadi penting untuk menggambarkan bagaimana relasi antar negara antara pemerintahan Muslim dengan sesama Muslim atau dengan pemerintahan non-Muslim. Maka terdapat tiga kemungkinan pilihan yang akan diimplementasikan oleh sebuah pemerintahan Islam yakni berkaitan tentang War, Peace, dan ataukah Neutrality?

           Dalam Islam terdapat beberapa literatur ilmu yang terdiri dari Ushul Fiqh, Ushul Tafsir, dan Ushul Hadis yang menjadi landasan hermeunetika dalam Islam. Muhammad Haniff dalam karyanya ini secara tegas menggiring pembaca pada satu ide utama bahwasanya perdamaian adalah narasi utama Islam dalam kancah internasional, dan menolak ide-ide tentang peperangan abadi antara kaum Muslim dan non-Muslim yang seringkali diperankan oleh para kelompok Jihadis.


          Jika dimaknai dari perspektif teologi, pemerintahan Islam dimungkinkan memiliki tiga pilihan yang digunakan sebagai basis hubungan dengan non-Dar Al-Islam, antara lain, Jihad senjata, damai, atau netral. Namun jika hubungan tersebut disandarkan dengan sesama Dar Al-Islam, maka damai adalah pijakan satu-satunya. Ide-ide tentang Jihad senjata menurut penulis adalah berangkat dari pengalaman sejarah masa lalu antara Muslim dengan non-Muslim terutama pada masa konflik Muslim dengan Romawi dan Persia. Menurut penulis, ide ini sangat berdampak buruk pada citra Islam dan masyarakat Muslim dan bertentangan dengan Islam yang mensyiarkan perdamaian, keharmonisan, toleransi, keberagaman, dan pengakuan eksistensi kelompok lain.

            Islam adalah agama perdamaian. Hal ini secara terminologi telah digambarkan dengan pengistilahan “aslama” yang berarti penyerahan atau juga “salm” yang berarti kedamaian dan keselamatan. Selanjutnya nilai-nilai perdamaian di Islam tampak dari kehidupan keseharian para pengikutnya yang rutin menebar ucapan salam “assalamua’laikum” yang dimaksudkan sebagai pemeberian keselamatan dan kesejahteraan kepada sesama. Selain itu, Islam yang damai dapat dikonfirmasikan lewat pernyataan-pernyataan dalam ayat Al Quran yang secara garis besar menggambarkan pentingnya kedamaian daripada permusuhan serta sejarahpun telah membuktikan bahwa Islam diterima pada rentang waktu tidak terdapatnya konflik.

       Bagaimanapun, membangun dan mengembangkan perdamaian dan menggunakan instrumen damai dalam menyebarkan Islam adalah sangat penting bagi Islam itu sendiri. Menjaga perdamaian antar umat beragama adalah kultur dari Islam. Islam memandang keberagaman dan pluralitas adalah pemberian Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta. Dapat dilihat dari ayat-ayat al Quran yang menerangkan bahwa Tuhan telah menciptakan makhluknya dengan karakteristik perbedaan jenis kelamin dan etnis-etnis diantara sesama manusia. Ini berarti terdapat adanya perintah untuk saling menghormati dan mengerti antar sesama makhluk ciptaanNya.

            Kaum Muslim menjadi pemerhati utama terhadap hal-hal yang berbau keberagaman dan toleransi. Inilah yang menjadi landasan utama Islam. Menghargai dan tidak mengintervensi satu atau beberapa kelompok atapun individu untuk masuk ke dalam agama Islam. Menjauhi diri dari segala macam tensi untuk saling membenci dan bersifat koersif antar sesama umat beragama, serta menjaga eksistensi perbedaan keyakinan di tengah-tengah masyarakat. Islam memandang bahwa intoleran adalah pemicu utama konflik. Jika satu hal ini saja tidak mampu diterapkan dengan baik, maka stigma Islam sebagai agama perdamaian akan sulit untuk diterima.

            Walaupun ide tentang peperangan abadi lewat instrumen Jihad telah menjadi basis dalam pandangan hubungan internasional kini dan memengaruhi berbagai macam literatur dan pandangan umum komunitas internasional tentang Islam, namun sampai sekarang tidak ada yang mampu membuktikkan adanya tendensi Muslim untuk melakukan itu dalam sebuah kebijakan luar negerinya termasuk oleh negara-negara berlandaskan Islam seperti Arab Saudi dan Iran sekalipun. Banyak terdapatnya konflik yang terjadi di negara-negara Muslim secara keseluruhan dilatarbelakangi oleh situasi riil politik domestik ataupun luar negeri yang ada dibandingkan atas dasar ideologinya. Seperti halnya perang Irak dengan Iran dan okupasinya terhadap Kuwait tidak dapat dijustifikasi sebagai akibat dari ide-ide Islam, melainkan adalah hanya karena prinsip penguasa dalam hal itu Saddam Hussen yang memang mempunyai ambisi imperial yang tinggi.

            Oleh karena itu, bermunculnya konflik-konflik yang menyentuh negara-negara Islam, tidak menjadi alasan benarnya ide tentang perpetual armed Jihad dalam Islam. Negara-negara Muslim nyatanya juga ada yang menjadi aliansi negara superpower atas dsar saling menjaga keamanan. Ini mejadi bukti bahwa komunitas Islam dari dahulu hingga kini tetap dalam posisi bersama melawan aktivitas-aktivitas kekerasan. Pergerakan radikalisme bertopeng Jihad yang sering muncul sekarang dengan atas nama penegakan khilafah dan syariat bukanlah menjadi wajah Islam. Mereka juga bergerak sebagai aktor non-negara yang tidak mempunyai landasan yuridis dalam hubungan internasional. Pandangan internasionallah yang semestinya diubah kini, generalisasi tanpa landasan pengetahuan seringkali menciptakan nuansa konflik baru yang tak diinginkan sebelumnya.

      Pada akhirnya, pergerakan-pergerakan komunitas yang menggunakan instrumen kekerasan mengatasnamakan Islam tidak ada bedanya dengan apa yang banyak terjadi pada masa lampau. Ambisi imperial penguasa di bawah naungan negara yang kebetulan mayoritas Islam, tidak menjadi lekatnya nilai Islam atas perbuatan yang dilakukan. Landasan utama demi menciptakan pemahaman yang obetif tentang ini adalah dengan menempatkan teologi Islam sebagai landasan dan rasionalitas serta tradisi beragama menjadi alat implementasinya. Seanjutnya, ide imperialisme, menjajah, menaklukkan dengan peperangan pada fakta sejarahnya bukan hanya dilakukan oleh pemerintahan Islam, namun pemerintahan selain Islam pun tak luput dari hal tersebut. Dapat dilihat dari situasi pra Perang Dunia, ketika Perang Dunia I, II, maupun pasca Perang Dunia, semua melibatkan aktor non-Islam di dalamnya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tetaplah agama perdamaian dan tidak sama sekali mengajarkan aktivitas-aktivitas kekerasan. Adalah persoalan lain jika hal  negatif tersebut dilakukan oleh aktor yang mengatasnamakan Islam. Proporsionalitas dalam menilai menjadi kewajiban dalam membuat sebuah asumsi ataupun kesimpulan.


Sumber gambar:  http://guistyles.com/category/wallpapers/vector-wallpapers/page/13/