Ketua Umum
Seiring
meningkatnya dinamika dalam hubungan internasional, mengakibatkan timbulnya kemungkinan-kemungkinan
peningkatan faktor kepentingan dari tiap aktor yang bermain di dalamnya. Negara
maupun non-negara, termasuk Islam. Pada perkembangannya dalam relasi
internasional, Islam dinilai telah menunjukkan peningkatan aspek kepentingan
yang sangat signifikan. Tulisan ini menjadi penting untuk menggambarkan
bagaimana relasi antar negara antara pemerintahan Muslim dengan sesama Muslim
atau dengan pemerintahan non-Muslim. Maka terdapat tiga kemungkinan pilihan
yang akan diimplementasikan oleh sebuah pemerintahan Islam yakni berkaitan
tentang War, Peace, dan ataukah Neutrality?
Dalam
Islam terdapat beberapa literatur ilmu yang terdiri dari Ushul Fiqh, Ushul
Tafsir, dan Ushul Hadis yang menjadi landasan hermeunetika dalam
Islam. Muhammad Haniff dalam karyanya ini secara tegas menggiring pembaca pada
satu ide utama bahwasanya perdamaian adalah narasi utama Islam dalam kancah internasional,
dan menolak ide-ide tentang peperangan abadi antara kaum Muslim dan non-Muslim
yang seringkali diperankan oleh para kelompok Jihadis.
Jika
dimaknai dari perspektif teologi, pemerintahan Islam dimungkinkan memiliki tiga
pilihan yang digunakan sebagai basis hubungan dengan non-Dar Al-Islam,
antara lain, Jihad senjata, damai, atau netral. Namun jika hubungan
tersebut disandarkan dengan sesama Dar Al-Islam, maka damai adalah
pijakan satu-satunya. Ide-ide tentang Jihad senjata menurut penulis
adalah berangkat dari pengalaman sejarah masa lalu antara Muslim dengan non-Muslim
terutama pada masa konflik Muslim dengan Romawi dan Persia. Menurut penulis,
ide ini sangat berdampak buruk pada citra Islam dan masyarakat Muslim dan
bertentangan dengan Islam yang mensyiarkan perdamaian, keharmonisan, toleransi,
keberagaman, dan pengakuan eksistensi kelompok lain.
Islam
adalah agama perdamaian. Hal ini secara terminologi telah digambarkan dengan
pengistilahan “aslama” yang berarti penyerahan atau juga “salm”
yang berarti kedamaian dan keselamatan. Selanjutnya nilai-nilai
perdamaian di Islam tampak dari kehidupan keseharian para pengikutnya yang
rutin menebar ucapan salam “assalamua’laikum” yang dimaksudkan sebagai
pemeberian keselamatan dan kesejahteraan kepada sesama. Selain itu, Islam yang
damai dapat dikonfirmasikan lewat pernyataan-pernyataan dalam ayat Al Quran
yang secara garis besar menggambarkan pentingnya kedamaian daripada permusuhan serta
sejarahpun telah membuktikan bahwa Islam diterima pada rentang waktu tidak
terdapatnya konflik.
Bagaimanapun,
membangun dan mengembangkan perdamaian dan menggunakan instrumen damai dalam
menyebarkan Islam adalah sangat penting bagi Islam itu sendiri. Menjaga
perdamaian antar umat beragama adalah kultur dari Islam. Islam memandang
keberagaman dan pluralitas adalah pemberian Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta.
Dapat dilihat dari ayat-ayat al Quran yang menerangkan bahwa Tuhan telah
menciptakan makhluknya dengan karakteristik perbedaan jenis kelamin dan
etnis-etnis diantara sesama manusia. Ini berarti terdapat adanya perintah untuk
saling menghormati dan mengerti antar sesama makhluk ciptaanNya.
Kaum
Muslim menjadi pemerhati utama terhadap hal-hal yang berbau keberagaman dan
toleransi. Inilah yang menjadi landasan utama Islam. Menghargai dan tidak
mengintervensi satu atau beberapa kelompok atapun individu untuk masuk ke dalam
agama Islam. Menjauhi diri dari segala macam tensi untuk saling membenci dan
bersifat koersif antar sesama umat beragama, serta menjaga eksistensi perbedaan
keyakinan di tengah-tengah masyarakat. Islam memandang bahwa intoleran adalah
pemicu utama konflik. Jika satu hal ini saja tidak mampu diterapkan dengan
baik, maka stigma Islam sebagai agama perdamaian akan sulit untuk diterima.
Walaupun
ide tentang peperangan abadi lewat instrumen Jihad telah menjadi basis
dalam pandangan hubungan internasional kini dan memengaruhi berbagai macam
literatur dan pandangan umum komunitas internasional tentang Islam, namun
sampai sekarang tidak ada yang mampu membuktikkan adanya tendensi Muslim untuk
melakukan itu dalam sebuah kebijakan luar negerinya termasuk oleh negara-negara
berlandaskan Islam seperti Arab Saudi dan Iran sekalipun. Banyak terdapatnya
konflik yang terjadi di negara-negara Muslim secara keseluruhan
dilatarbelakangi oleh situasi riil politik domestik ataupun luar negeri yang
ada dibandingkan atas dasar ideologinya. Seperti halnya perang Irak dengan Iran
dan okupasinya terhadap Kuwait tidak dapat dijustifikasi sebagai akibat dari
ide-ide Islam, melainkan adalah hanya karena prinsip penguasa dalam hal itu
Saddam Hussen yang memang mempunyai ambisi imperial yang tinggi.
Oleh
karena itu, bermunculnya konflik-konflik yang menyentuh negara-negara Islam,
tidak menjadi alasan benarnya ide tentang perpetual armed Jihad dalam
Islam. Negara-negara Muslim nyatanya juga ada yang menjadi aliansi negara
superpower atas dsar saling menjaga keamanan. Ini mejadi bukti bahwa komunitas
Islam dari dahulu hingga kini tetap dalam posisi bersama melawan
aktivitas-aktivitas kekerasan. Pergerakan radikalisme bertopeng Jihad
yang sering muncul sekarang dengan atas nama penegakan khilafah dan syariat
bukanlah menjadi wajah Islam. Mereka juga bergerak sebagai aktor non-negara
yang tidak mempunyai landasan yuridis dalam hubungan internasional. Pandangan
internasionallah yang semestinya diubah kini, generalisasi tanpa landasan
pengetahuan seringkali menciptakan nuansa konflik baru yang tak diinginkan
sebelumnya.
Pada
akhirnya, pergerakan-pergerakan komunitas yang menggunakan instrumen kekerasan
mengatasnamakan Islam tidak ada bedanya dengan apa yang banyak terjadi pada
masa lampau. Ambisi imperial penguasa di bawah naungan negara yang kebetulan
mayoritas Islam, tidak menjadi lekatnya nilai Islam atas perbuatan yang
dilakukan. Landasan utama demi menciptakan pemahaman yang obetif tentang ini
adalah dengan menempatkan teologi Islam sebagai landasan dan rasionalitas serta
tradisi beragama menjadi alat implementasinya. Seanjutnya, ide imperialisme,
menjajah, menaklukkan dengan peperangan pada fakta sejarahnya bukan hanya
dilakukan oleh pemerintahan Islam, namun pemerintahan selain Islam pun tak luput
dari hal tersebut. Dapat dilihat dari situasi pra Perang Dunia, ketika Perang
Dunia I, II, maupun pasca Perang Dunia, semua melibatkan aktor non-Islam di
dalamnya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tetaplah agama perdamaian
dan tidak sama sekali mengajarkan aktivitas-aktivitas kekerasan. Adalah
persoalan lain jika hal negatif tersebut
dilakukan oleh aktor yang mengatasnamakan Islam. Proporsionalitas dalam menilai
menjadi kewajiban dalam membuat sebuah asumsi ataupun kesimpulan.
Sumber gambar: http://guistyles.com/category/wallpapers/vector-wallpapers/page/13/
0 komentar:
Posting Komentar